Setelah memahami keutamaan sholat dan zakat dalam Al-Qur’an, maka selayaknya kita sebagai muslim, beriman kepada makna dan tujuan dari dua ibadah utama tersebut. Tulisan ini akan menyoroti lebih dalam tentang zakat emas, khususnya bagaimana zakat menjadi bentuk kepedulian sosial yang diwajibkan bagi umat Islam dari penghasilan dan harta yang kita miliki.
Dua Jenis Zakat dalam Islam
Dalam syariat Islam, zakat dibagi menjadi dua jenis utama:
1. Zakat Fitrah
Zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap individu muslim, baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda, pada bulan Ramadan sebelum pelaksanaan sholat Idulfitri. Zakat ini biasanya berupa makanan pokok (beras, gandum, atau yang berlaku di daerah setempat), sejumlah 2,5 kg atau 3,5 liter per orang. Tujuannya adalah untuk menyucikan diri setelah berpuasa dan berbagi kebahagiaan dengan sesama.
2. Zakat Mal
Zakat yang dikenakan pada harta tertentu, seperti:
- Emas dan perak (nisab 85 gram emas atau 595 gram perak).
Uraian: Nisab emas adalah 20 dinar, dan 1 dinar = 4.25 gram, jadi 20 dinar = 85 gram - Uang setara nilai emas/perak,
- Hasil pertanian,
- Keuntungan dari perdagangan,
- Penghasilan profesi (gaji, honorarium, upah, dan jasa).
Syarat wajib zakat mal: telah mencapai nisab dan dimiliki selama haul (satu tahun hijriah).
Zakat ini bertujuan untuk menyucikan harta, mendidik jiwa dalam empati, dan membantu 8 golongan penerima zakat (asnaf): fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharimin, fisabilillah, dan ibnu sabil.
Ikhtiar dan Peran Produktif Seorang Muslim
Sebagai muslim di usia produktif, kita dituntut untuk berikhtiar dan berkarya demi nafkah diri dan keluarga. Penting untuk menyadari bahwa takdir bukanlah semata kehendak Allah, namun manusia sebagai khalifah di bumi diberikan kemampuan untuk memilih, merencanakan, dan menempuh jalan hidupnya.
Dengan demikian, zakat yang wajib ditunaikan bukan hanya konsekuensi ibadah, tetapi juga hasil dari kesungguhan usaha. Ikhtiar dan zakat adalah dua sisi mata uang dari keimanan yang bertanggung jawab.
Mengembalikan Nilai Luhur: Menabung Emas
Sayangnya, kehidupan modern sering membiaskan kita pada gaya hidup konsumtif yang melemahkan kapasitas kita untuk berzakat. Ada hasrat mendahulukan pengeluaran yang bersifat pemenuhan gaya hidup, atau biar terlihat mengikuti trend dengan memiliki barang-barang terkini. Sehingga fokus terpecah dan tujuan awal untuk mengikuti jejak luhur yaitu menabung emas, tertunda.
Dahulu, kakek-nenek kita sudah mencontohkan bentuk perencanaan keuangan sederhana namun cerdas. Mereka menyisihkan sebagian penghasilan untuk membeli emas sebagai simpanan jangka panjang: untuk membeli tanah, membangun rumah, pendidikan anak, biaya kesehatan, atau bahkan kebutuhan tak terduga.
Mengumpulkan emas bukan hanya budaya yang bijak, namun juga bagian dari persiapan untuk mampu menunaikan zakat mal secara berkelanjutan.
Perspektif: Kenapa Emas dan Perak Mempunyai keutamaan?
Dalil yang menjelaskan zakat emas dan perak secara spesifik tertulis dalam Surat At-Taubah ayat 34:
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari para rahib dan pendeta memakan harta manusia dengan cara batil dan mereka menghalang-halangi dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak, dan mereka tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritakanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.”
— (Q.S. At-Taubah: 34)
Ayat ini menjadi peringatan terhadap siapa pun yang menyimpan kekayaan emas dan perak tanpa menunaikan zakatnya. Emas dan perak dalam konteks ini bukan sekadar logam mulia, melainkan simbol aset yang bisa membawa berkah jika ditunaikan zakatnya, atau justru azab jika ditimbun tanpa manfaat sosial.
Lebih jauh lagi, Rasulullah ﷺ juga menjelaskan secara rinci dalam hadits riwayat Abu Dawud tentang besaran zakat emas dan perak:
“Jika engkau memiliki perak 200 dirham dan telah mencapai haul (satu tahun), maka darinya wajib zakat 5 dirham. Dan untuk emas, engkau tidak wajib menzakatinya kecuali telah mencapai 20 dinar, maka darinya wajib zakat setengah dinar. Dalam setiap kelebihannya, wajib dizakati sesuai prosentasenya.”
— (HR. Abu Dawud)
Berdasarkan hadits ini, para ulama menyepakati bahwa nisab zakat emas adalah 20 dinar, yang setara dengan 85 gram emas. Dari jumlah ini, zakat yang wajib ditunaikan adalah 2,5%, yakni sekitar 2,125 gram emas per tahun.
Menurut penulis, angka ini bukan kebetulan matematis, melainkan ukuran yang wajar dan penuh pesan khusus yang mendalam. Sebuah pengingat bahwa umat muslim dianjurkan untuk memiliki kekayaan minimal yang memungkinkan ia bisa memberi, bukan sekadar menerima. Inilah yang disebut ikhtiar produktif dan spiritual sekaligus. Kita mengejar kepemilikan emas bukan karena ambisi, tetapi karena ingin menunaikan salah satu rukun Islam, yaitu zakat.
Penulis yakin bahwa dengan meningkatkan ilmu, memperbaiki ikhtiar, dan memperkuat tawakal, yakin rezeki Allah tidak akan pernah tertukar. Allah sendiri berjanji bahwa rezeki-Nya akan turun kepada umat yang bertakwa dan bersungguh-sungguh.
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”
— (Q.S. At-Talaq: 2-3)
Mewujudkan Kepemilikan Emas
Tugas kita adalah berusaha meraih batas kepemilikan emas yaitu setidaknya 85 gram, bukan sesuatu yang mustahil, tapi untuk menjadi bagian dari ekosistem pemberi manfaat dalam masyarakat. Tentu saja, semua itu harus diperoleh dengan cara yang halal dan sesuai syariat: melalui kerja keras, keahlian, inovasi, dan keistiqomahan dalam profesi.
فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ١٠
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi (untuk mencari rezki dan usaha yang halal) dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS al-Jumu’ah : 10)
Allahu Akbar! Mari genggam emas bukan sebagai lambang kemewahan, tetapi sebagai simbol tanggung jawab, keberkahan, dan kesiapan menunaikan zakat. Karena dari situlah jalan-jalan keberkahan akan terbuka lebih luas.
Ajakan bagi Pengusaha Muslim dan Komunitas
Kepada para pengusaha muslim, khususnya yang tergabung dalam komunitas PAS (Padi dan Kapas) dan majelis TMMP (Truly Mega Muslim Preneur), mari kita mulai membiasakan menabung emas secara rutin. Tidak hanya untuk ketahanan finansial pribadi, tetapi juga untuk memperkuat kontribusi sosial dan keberkahan bisnis kita melalui zakat. Harapannya pada kondisi yang lebih luas lagi akan meningkatkan amalan semisal; bersedekah, partisipasi untuk kelestarian masjid, pesantren, atau kegiatan dakwah lainnya.
Harta dan Ibadah
Memang benar bahwa harta tidak dibawa mati. Namun, harta yang dikelola dengan amanah dan dibagikan dengan niat ibadah akan menjadi amal jariyah yang terus mengalir meskipun kita telah tiada.
Semoga dari ikhtiar ini, terbuka jalan untuk ibadah-ibadah besar lainnya sebagai ukuran bahwa kita umat yang dimampukan.
Yuk, menabung emas! Tiap gram emas dari hasil usaha kita sebagai bentuk tawakal, cara menumbuhkan iman dan keberkahan.