Jember dikenal sebagai salah satu daerah perkebunan terbesar di Jawa Timur. Dengan hamparan luas perkebunan kopi, tembakau, hingga kakao, daerah ini menjadi penggerak ekonomi lokal yang cukup signifikan. Namun, di balik keberhasilan tersebut, ada satu sisi gelap yang jarang disorot: upah tenaga kerja lepas yang jauh dari kata layak.
Banyak tenaga lepas di perkebunan Jember hanya mendapatkan upah Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per bulan—jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR) Jember yang diperkirakan mencapai Rp2,5 juta pada tahun ini. Mirisnya, masalah ini seakan menjadi rahasia umum yang dibiarkan begitu saja.
Mengapa Upah Tenaga Lepas Begitu Rendah?
Ada beberapa alasan mengapa upah tenaga lepas di sektor perkebunan tetap rendah, meskipun kontribusi sektor ini terhadap perekonomian cukup besar:
1. Status Ketenagakerjaan yang Tidak Dilindungi
Sebagai tenaga lepas, para pekerja ini tidak memiliki kontrak kerja yang jelas. Mereka tidak masuk dalam perlindungan regulasi ketenagakerjaan, sehingga tidak ada kewajiban hukum bagi pemilik perkebunan untuk membayar upah sesuai UMR.
2. Tekanan Biaya Produksi
Pemilik perkebunan sering kali menghadapi fluktuasi harga komoditas yang tidak stabil. Untuk menjaga keuntungan, mereka menekan biaya produksi, termasuk dengan membayar tenaga kerja di bawah standar.
3. Minimnya Pengawasan
Sayangnya, pengawasan terhadap pelaksanaan aturan ketenagakerjaan di sektor perkebunan masih lemah. Akibatnya, praktik-praktik ini terus berlangsung tanpa ada konsekuensi hukum.
Dampak Buruk dari Upah Rendah
Upah yang tidak layak jelas berdampak besar pada kehidupan tenaga kerja lepas. Mereka kesulitan memenuhi kebutuhan dasar seperti makan, pendidikan, dan kesehatan. Tidak hanya itu, daya beli masyarakat lokal juga tertekan, sehingga memengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah perkebunan secara keseluruhan.
Masalah ini menciptakan lingkaran setan: tenaga kerja tetap miskin, produktivitas menurun, dan ekonomi lokal tidak berkembang.
Apa Solusinya?
Masalah ini sebenarnya bisa diatasi jika semua pihak mau bekerja sama. Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain:
1. Meningkatkan Pengawasan Pemerintah
Pemerintah daerah perlu lebih tegas dalam memastikan semua tenaga kerja, termasuk tenaga lepas, mendapatkan upah layak. Perlu ada pengawasan rutin ke perkebunan-perkebunan dan sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar aturan.
2. Peningkatan Nilai Tambah Produk Perkebunan
Pemilik usaha harus didorong untuk meningkatkan efisiensi dan nilai tambah produk mereka. Misalnya, daripada hanya menjual hasil panen mentah, mereka bisa mengolahnya menjadi produk jadi dengan harga jual lebih tinggi.
3. Pemberdayaan Koperasi dan Komunitas Lokal
Koperasi berbasis perkebunan bisa menjadi solusi alternatif untuk menciptakan pekerjaan yang lebih layak. Dengan keterlibatan koperasi, petani dan pekerja lepas bisa mendapatkan akses ke pendanaan dan peluang usaha yang lebih baik.
4. Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja
Memberikan pelatihan kepada tenaga kerja tentang keterampilan baru, seperti pengolahan hasil perkebunan, bisa membantu mereka mendapatkan pekerjaan yang lebih baik atau bahkan memulai usaha sendiri.
Perubahan Dimulai dari Kita Semua
Masalah upah tenaga lepas di sektor perkebunan adalah tantangan besar, tetapi bukan tidak mungkin untuk diatasi. Kita perlu bekerja sama—pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat—untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil. Dengan begitu, sektor perkebunan tidak hanya menjadi penyumbang ekonomi, tetapi juga kesejahteraan bagi masyarakat yang bekerja di dalamnya.
Karena, bukankah sudah saatnya mereka yang bekerja keras di bawah terik matahari mendapatkan upah yang sepadan?
—