Kembali ke Desa dengan Visi Besar: Ulum Branding & Marketing

Tempeh, Lumajang | Jumat , 3 Oktober 2025

Sudah bertahun-tahun kami tidak bertemu. Terakhir, aku dan Ulum bertatap muka ketika ia baru saja lulus kuliah di Universitas Jember sebelum akhirnya merantau ke Solo untuk melajutkan kuliah S2 dan merintis usaha. Jumat sore itu, di rumahnya di Kecamatan Tempeh, Lumajang, kami akhirnya bersua kembali. Suasana sore terasa hangat dan santai, ditemani kopi dan cerutu, obrolan kami mulai setelah sholat jumat dan makan siang. Semoga membawa inspirasi.

Di tengah gerakan “kembali ke desa” yang kini banyak digaungkan anak muda, Ulum menjadi salah satu contoh nyata bahwa pulang ke kampung bukan berarti mundur, melainkan membuka babak baru dengan cara yang berbeda.

Dari Desain ke Branding & Marketing

Awalnya, Ulum dikenal sebagai desainer. “Background keterampilan saya kan desain,” ujarnya memulai serasa tersenyum lebar. “Terutama desain logo, lalu berkembang ke desain website, brand identity, dan digital marketing.”

Namun seiring waktu, kliennya semakin banyak dan kebutuhan mereka juga makin beragam. “Awalnya usaha saya namanya Bursa Desain, fokusnya murni desain—logo, flyer, dan sejenisnya,” jelas Ulum. “Tapi klien-klien itu kebanyakan baru mulai usaha. Mereka bingung cara memasarkan produknya. Dari situ saya bantu mereka dari sisi digital marketing, sampai kepada detail aplikasinya”

Kebutuhan ini berkembang cepat. Maka pada tahun 2017, Ulum mendirikan Branding Plus—sebuah payung usaha yang menaungi lini layanan yang lebih luas: dari logo, website, cetak, jasa konsultasi branding, training, digital marketing, hingga SEO.

“Branding itu bisa meliputi dan jembatan dari semua elemen, mulai dari konsultasi, training, sampai jasa digital marketing. Maka saya bikin Branding Plus untuk membawahi semua itu.”

Pulang ke Tempeh, Bisnis Tetap Jalan

Pandemi COVID-19 menjadi momentum perubahan. Tahun 2020, Ulum memutuskan kembali ke kampung halamannya di Tempeh. Menariknya, ia tidak menutup bisnisnya di Solo. Berbekal SOP dan sistem kerja remote, Branding Plus tetap berjalan seperti biasa.

“Saya cuma pulang orangnya saja. Tapi usahanya tetap di Solo,” tuturnya. “Di Tempeh, saya hanya menaruh pinpoint Branding Plus.”

Kepulangannya bukan sekadar “pulang kampung”, tapi juga membawa visi. “Sekarang saya tinggal di Tempeh dengan visi mengembangkan branding dan edukasi untuk UMKM lokal,” jelasnya.

Mendampingi UMKM dengan Cara Praktis


“Branding plus bukan cuma konsultasi, tapi kita juga kasih solusi, solusi yang bisa kita kasih ke klien ya formula-formula yang sudah teruji. Kita coba untuk praktekan sebagai solusi;misalnya ada kesulitan bersama pada digital marketing, kita beri pendampingan, tidak hanya sekali” Ulum menjelaskan prosesnya.

Sebagai praktisi yang langsung turun ke lapangan, Ulum menyadari bahwa UMKM memiliki tantangan yang pelik.

“UMKM itu kompleks,” ujarnya. “Kita mulai dari levelnya dia. Ketemu orang, kita tanya kemampuan dan titik mulainya, lalu kita sesuaikan. Masalahnya sering kali bukan cuma di pemasaran, tapi di SDM dan delegasi kerja.”

Untuk mengatasi itu, Branding Plus menawarkan pendampingan dan solusi tim outsourcing dengan biaya di bawah UMR. “Karena banyak UMKM belum punya tim. Jadi kami isi kekosongan itu,” tambahnya.

Yang membedakan Ulum dari banyak praktisi branding lain adalah pendekatannya yang langsung terjun berinteraksi di desa.

“Kalau UMKM itu nggak bisa didampingi lewat Zoom atau WA. Harus ketemu, lihat proses produksinya. Baru ketahuan masalahnya di mana. Itu nggak bisa remote,” tegasnya.

Aktif di Digital, Dekat dengan Komunitas

Di dunia digital, Branding Plus paling aktif di Instagram dan TikTok untuk menjaring audiens Gen Z. Namun bagi Ulum, interaksi nyata tetap penting.

“Untuk mendekati UMKM, kita kasih dulu,” katanya. “Misalnya bikin video promo gratis. Dari situ mereka kenal kita, terbuka, curhat masalahnya. Baru kami bantu.”

Strategi “memberi sebelum meminta” ini terbukti efektif membuka pintu ke komunitas lokal.

Ulum mengenal para UMKM saat mereka mulai terbuka dan memaparkan keluh kesahnya. Sektika itu aku reflek menyahut bahwa ada ada saatnya giliranku untuk Curhat soal branding and marketing yang sudah aku garap dari sister managemen lainnya yaitu Debako (segmen cerutu, kopi dan perjalanan)

Branding Plus sebagai Wirausaha Sosial

Dalam banyak hal menurutku, Branding Plus telah menjalankan prinsip wirausaha sosial: menciptakan dampak nyata bagi masyarakat. Aku menambahkan, bahwa pernah mengikuti program Social Innovation Acceleration Program (SIAP) bersama British Council pada 2019, dari prinsip yang aku pelajari selama workshop, Branding Plus menerapkan dan terlihat pada nilai-nilai, etika dan kepedulian kepada sosial yaitu pembinaan kepada para UMKM.

Aktifitas usaha ini tidak sekadar memberikan jasa berbayar, tapi juga memikirkan keberlanjutan UMKM bagaimana setelah pelatihan membawa dampak bagi mereka—untuk mendorong kemajuan usaha.

Mengukur Dampak dengan Fundamental yang Kuat

Ulum menjelaskan bahwa ukuran keberhasilan Branding Plus tidak hanya dilihat dari jumlah klien, tetapi juga perubahan nyata pada bisnis UMKM yang didampingi.

“Kami mulai dari fundamental dulu,” jelasnya. “Seperti nama akun Instagram, bio, CTA, katalog WA Business. Dari situ impresi meningkat. Awareness naik.”

Mereka membuat checklist khusus untuk membantu UMKM memperkuat pondasi digital mereka, lalu baru mengembangkan strategi lanjutan.

Program Loyalitas dan Komunitas

Branding Plus juga membangun komunitas pascaklien melalui grup konsultasi online. “Kami tawari klien untuk masuk grup konsultasi bisnis & marketing,” katanya. “Kalau ada masalah, kita bantu bareng-bareng. Kita juga bantu promosi dengan repost konten mereka di IG Branding Plus.”

Kolaborasi dan NGO

Dalam kiprahnya, Ulum aktif di lembaga training dan manajemen Kolektive.id Jember, juga berkolaborasi dengan komunitas dan NGO seperti Persepsi, WEWO, Oxfam, dan Wahana Visi. “Dari situ pintu memulai dan banyak training dan peluang kerjasama lahir,” katanya

Pesan untuk Para Pelaku UMKM Desa

Sebagai penutup, Ulum memberi pesan sederhana namun mengena:

“Jangan terlalu iri dengan pencapaian orang di media sosial. Kalau bikin kopi, nggak perlu jadi nomor satu di Indonesia. Cukup nomor satu di desa, itu sudah top of mind,” ujarnya.
“Sesuaikan target dengan kekuatan dan kemampuan kita sendiri. Itu bikin kita lebih tenang dan fokus.”


Sore itu mulai gelap, aku berpamitan pulang menuju Jember seiring dengan kopi kami untuk yang kedua kalinya di suatu kedai kecil di tengah kota. Ulum adalah sosok pembelajar, pengetahuannya up-to-date termasuk di sesi akhir sebelum menutup perjumpaan kami yaitu dengan literasi finasialnya dalam bentuk saham, hal ini yang membuatku betah, lebih klik dan nyambung dalam setiap perbincangan kami. Sosoknya mengingatkan bahwa menjadi pelaku branding & marketing bukan hanya soal bisnis, tapi juga ber-dampak sosial. Ia membuktikan bahwa dari desa pun, kita bisa menjadi penggerak perubahan — bukan dengan meninggalkan akar, tapi dengan menguatkannya.

Terima kasih, Mas Ulum, sudah berbagi inspirasi.


Ulum | Branding & Marketing : Jl. Kyai Matlap No.20, Dusun Bedok I, Tempeh Lor, Kec. Tempeh, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur 67371


2 thoughts on “Kembali ke Desa dengan Visi Besar: Ulum Branding & Marketing”

  1. Betul sekali, ada banyak UMKM yang belum mengenal digital secara mendalam. Dengan hadirnya orang-orang seperti narasumber tentu akan sangat membantu kalangan UMKM lokal.

    Semangat terus dan lanjutkan berkaryanya

    Reply

Leave a comment